Kriminalisasi Aktivis dan Arogansi Pemerintah

Oleh ; Syawal Tamher

BERITAMALUKU.COM, Ambon – Ruang berbicara terasa semakin sempit dan sesak, aktualisasi pikiran semakin hari terasa kian sulit, ibarat berusaha menanam di tanah tandus.

Bahkan hal tersebut terjadi di negara demokratis yang mencita-citakan kehidupan masyarakat beradap dan sejahtera.

Demokrasi di Indonesia sudah terasa pelik oleh para aktivis dengan kabar dan berita pembungkaman hak untuk berekspresi yang terjadi di mana-mana, padahal Undang-undang di negara ini telah menjamin kebebasan berekspresi di depan umum dalam menyampaikan pendapat.

Hal ini tentu saja memunculkan fakta bahwa kriminalisasi para aktivis adalah modus dari penguasa, oligarki supaya para aktivis tidak memperjuangkan hak dan lebih memilih diam.

Masih segar tentu ingatan kita terhadap kasus Haris dan Fatia yang dilaporkan pencemaran nama baik oleh Menko Marves L.B Pandjaitan, hal ini sebagai bukti bahwa betapa arogansinya pemerintah terhadap aktivis maupun para pengkritik.

Hal ini tidak saja terjadi di pusat, bahkan di daerah-daerah pun banyak kasus pula yang berakhir aktivis mendekam di dalam jerusi besi oleh para penguasa.

Yang terbaru kasus yang menimpa mantan Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI Akbar Idris yang dilaporkan Bupati Bulukumba atas pencemaran nama baik hanya karena membagikan flayer ke grup.

Demokrasi yang diagungkan-agungkan hanyalah omong kosong sebab menjaga kekuasaan saat ini adalah sebuah keharusan.

Komentar