BERITAMALUKU.COM,Namlea – Dugaan praktik main mata dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Maluku kembali mencuat. Asisten I Setda Provinsi Maluku Djalaludin Salampessy, yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Penertiban Gunung Botak, bersama Camat Kayeli Muhammad Yasin Wael, diduga melakukan pertemuan tertutup dan tidak resmi dengan Helena Ismail dan Zhang Gouhui, yang merupakan pemegang saham sekaligus pengurus perusahaan modal asing asal Cina PT Wanshuai Indo Mining (WIM).
Dari informasi yang ditemui berita-maluku.com, pertemuan secara tertutup itu digelar di Kantor PT WIM, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, pada Senin (22/12/2025) kemarin.
Pertemuan yang dilaksanakan di Jakarta tersebut diduga kuat membahas skema penguasaan lahan tambang emas Gunung Botak oleh PT WIM bersama perwakilan jajaran Pemda Maluku dan perwakilan Pemda Buru pasca proses penertiban dan pengosongan wilayah pertambangan rakyat Gunung Botak 1-14 Desember 2025 lalu.
Hal itu sangat mencederai semangat hilirisasi nasional dan pemberdayaan pengusaha lokal karena dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo dengan tegas menekankan pentingnya kedaulatan ekonomi dan memprioritaskan investor dalam negeri serta pengusaha lokal untuk mengelola kekayaan alam bangsa.
Dugaan main mata ini dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kedaulatan ekonomi daerah. Penyelenggara negara yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi aset bangsa, justru diduga membuka karpet merah bagi kepentingan asing.
Tak hanya itu, agenda pertemuan tersebut dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap semangat nasionalisme yang sedang dibangun Pemerintah Pusat (Pempus). Mengapa harus memberikan ruang kepada pihak asing secara sembunyi-sembunyi, sementara potensi pengusaha daerah dan nasional diabaikan.
Menurut salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya itu, bahwa pertemuan tersebut dilakukan di luar agenda kedinasan resmi, sehingga memicu kecurigaan adanya kesepakatan di bawah tangan terkait izin operasional dan pengamanan wilayah tambang.
“Pertemuan ini membuka tabir baru dan dugaan kuat, bahwa pertemuan ini bukan kali pertama dilakukan untuk deal-dealan terkait operasional PT WIM di Gunung Botak,” ungkapnya.
“Karena sebelumnya pada bulan April 2025, Kantor Imigrasi Ambon sita 5 paspor WNA Cina yang bekerja di Gunung Botak. Hal ini juga diperkuat dengan temuan DPRD Buru pada Juli 2025 yang menemukan sedang berlangsungnya proses kegiatan pertambangan ilegal dijalur H, Gunung Botak, menggunakan skema kerja sama PT WIM dengan Koperasi Parusa Tanila Baru,” lanjut ia meambahkan.
Berikutnya, ada beberapa poin krusial yang menjadi sorotan publik, diantaranya ;
Sebagai Ketua Satgas Penertiban, Asisten I seharusnya fokus pada pembersihan tambang ilegal dan pemulihan lingkungan, bukan melakukan lobi-lobi dengan pihak luar.
Kemudian, pelibatan Muhammad Yasin Wael dan Ibrahim Wael dalam pertemuan tersebut memunculkan spekulasi adanya upaya pengondisian masyarakat adat dan pemilik lahan agar tunduk pada kepentingan investor asing.
Selanjutnya, masyarakat Kabupaten Buru dan para pelaku usaha dalam negeri mendesak agar Pemda Maluku dan Pemda Buru memberikan klarifikasi terbuka terkait pertemuan tersebut. Agar tidak terjadi spekulasi bahwa pertemuan ini memang merupakan instruksi dari Gubernur Maluku dan Bupati Buru selaku pemimpin tertinggi di daerah.
Serta, publik meminta agar aparat penegak hukum, memantau pergerakan Satgas Gunung Botak agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Hingga berita ini dimuat, Asisten I Setda Provinsi Maluku Djalaludin Salampessy dan Camat Kayeli Muhammad Yasin Wael belum dapat dikonfirmasi, karena keterbatasan komunikasi.(*)
