BERITAMALUKU.COM,Namlea – Ketua Koperasi Produsen Parusa Tanila Baru, Ruslan Arif Soumole alias Ucok akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan/atau pemberian keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik yang telah dilaporkan di Polda Maluku beberapa waktu lalu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun berita-maluku.com, dalam pembuatan Akta No. 11/VII tertanggal 2 Juli 2024 yang dibuat dihadapan notaris Husain Tuasikal di Ambon tentang Akta Pernyataan Penggabungan Bersama, diduga terdapat pemalsuan surat dan/atau pemberian keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik, karena Ucok menggunakan surat kuasa tersebut sebagai dasar untuk mewakili koperasi-koperasi IPR dalam akta tersebut untuk melakukan penggabungan dengan koperasi-koperasi non IPR.

Berikutnya, surat kuasa tertanggal 26 Juni 2024 yang berasal dari koperasi-koperasi IPR merupakan surat kuasa yang tujuannya untuk melakukan pengambilan IPR milik masing-masing koperasi di Dinas Pelayanan Terpadu dan Satu Pintu (PTSP) Provinsi Maluku, bukan untuk melakukan penggabungan antara koperasi-kopersai IPR dengan koperasi-koperasi non IPR.

Olehnya itu, dikarenakan Ucok tidak hadir dalam beberapa kali panggilan sejak ditetapkan sebagai tersangka dari tim penyidik Subdit I Krimum Polda Maluku, Ucok kemudian dijemput secara paksa oleh Tim Operasional Subdirektorat I Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polisi Daerah (Opsnal Subdit I Kamnek Ditreskrimum Polda) Maluku, di Namlea, Kabupaten Buru, yang dipimpinan oleh Ipda Frans Olla bersama tim. Minggu (14/12/2025).

Diketahui, kasus tersebut kini sudah naik ke tahap penyidikan, berdasarkan surat perintah penyidikan nomor : SP.Sidik/S-1/98/.a/IX/RES.19./2025/Ditreskrimum/ Polda Maluku tertanggal 4 September 2025.

Serta, penetapan tersangkan berdasarkan surat ketetapan tentang penetapan tersangka, nomor: S.Tap/S-4/77/XI/2025/Ditreskrimum/Polda Maluku tertanggal 26 November 2025.

Karena tidak menghadiri panggilan pertama sebagai tersangka. Sehingga dikelurkan, surat panggilan tersangka ke-1, nomor : S.Pgl/S-5.3/ 886/ XI/ RES.1.9./ 2025/ Ditreskrimum/ Polda Maluku, tanggal 27 November 2025.

Selajutnya, pihak penyidik kembali mengeluarkan surat panggilan ke 2, beserta surat perintah membawa, untuk diperiksa di hadapan penyidik nomor: S.Pgl/S-5.3/886.s/XII/RES.1.9./2025/ Ditreskrimum/Polda Maluku, tanggal 8 Desember 2025.

Ucok yang saat itu dicegat oleh wartawan ketika ingin dibawa ke Ambon menggunakan kapal laut oleh tim Opsnal Subdit I Kamnek Ditreskrimum Polda Maluku kemudian menjelaskan kronologi permasalahan tersebut.

“Penggabungan 10 koperasi IPR dan koperasi-koperasi non IPR itu benar, yang mana itu diarahkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku lewat Kadis ESDM Provinsi Maluku yaitu Bapak Abdul Haris maupun melalui PJ Gubernur Maluku saat itu yaitu Bapak Sadali Le,” jelasnya.

Lanju Ucok kepada wartawan, dapat diketahui secara tidak langsung bahwa, rencana penggabungan 10 koperasi IPR dan koperasi-koperasi non IPR telah direncanakan oleh Helena Ismail yang kemudian dibantu pelakanaannya oleh seorang notaris di Ambon yang bernama Husain Tuasikal.

“Saat itu 10 koperasi IPR memiliki perjanjian kerjasama dengan PT 3M,” singkatnya.

Dari informasi yang ditemui, PT 3M merupakan pihak yang sejak awal telah merangkul masyarakat adat yang dalam prosesnya kemudian perwakilan dari masyarakat adat tersebut menjadi ketua dari masing-masing koperasi IPR yang didirikan sejak Tahun 2023 bersama dengan PT 3M.

Namun, dalam perjalanan kerjasama antara PT 3M dengan 10 koperasi IPR berdasarkan perjanjian kerjasama yang masih berlaku sampai dengan berita ini diterbitkan, PT 3M telah membantu 10 koperasi IPR dalam pengajuan IPR dan seluruh perizinan terkait lainnya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan pertambangan rakyat di wilayah Gunung Botak, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.

Pengajuan setiap perizinan dari 10 koperasi IPR tersebut yang dibantu oleh PT 3M diajukan dengan sangat transparan melalui sistem yang dimiliki oleh pemerintah sehingga setiap perizinan atas nama 10 koperasi IPR yang telah diterbitkan oleh lembaga terkait telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ucok kemudian menjelaskan, Helena Ismail dan Husain Tuasikal meyakinkan kepada 10 koperasi IPR bahwa dalam penggabungan koperasi IPR dengan koperasi-koperasi non IPR telah sesuai dengan kerjasama yang baik dan juga menyatakan akan menyelesaikan setiap biaya yang ditimbulkan berdasarkan perjanjian kerjasama antara 10 koperasi IPR dengan PT 3M.

Seiring berjalannya waktu, Helena Ismail tidak pernah melaksanakan pernyataannya tersebut kepada PT 3M sehingga mengakibatkan miskomunikasi dengan PT 3M yang menyebabkan adanya permasalahn internal dari 10 koperasi IPR.

“Pastinya penggabungan 10 koperasi IPR dan koperasi-koperasi non IPR itu melibatkan ibu Helena Ismail dan saudara Husain Tuasikal,” pungkas Ucok.(*)