BERITAMALUKU.COM, Namlea – Seluruh tokoh adat dari Noro Pito Noro Pa resmi mendeklarasikan dukungan mereka kepada Jou (Raja) Wakabo Tamarpa sebagai pemilik sah atas hak ulayat Pulau Buru, termasuk kawasan Gunung Botak.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan oleh para tokoh adat di hadapan masyarakat adat Soar Pito Soar Pa, dalam acara yang berlangsung di Kantor Titar Pito, Desa Waeflan, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku, pada Kamis (16/10/2025).
Seyogyanya, acara ini dihadiri oleh Bupati dan jajaran Pemerintah Daerah. Namun, sangat disayangkan tidak ada satu pun unsur Pemda yang hadir, kecuali Babinsa Kodim 1506 Namlea.
Kendati demikian, hal tersebut tidak mengurangi semangat masyarakat adat untuk berkumpul dan menyatakan sikap mereka secara bersama.
Beberapa tokoh adat yang hadir antara lain Jou Tifu Frejon J. Behuku, Raja Kaiely Abdullah Wael, Matlea Gewagit Slamet Behuku, Kepala Adat Titi Nurlatu, Matlea Walua Manseman Latbual, Matlea Wagida Babes Tasane, Kepala Adat Alfius Latbual, Gebaha Jengkar Hukunala, dan Elias Behuku.
Dalam pernyataannya, para tokoh adat menegaskan bahwa lahan adat Buru membentang dari Tifu hingga Kaiely, mencakup kawasan Gunung Botak yang selama ini sering menjadi polemik terkait status kepemilikan. Karena itu, masyarakat adat bersama para tokoh adat sepakat bahwa kawasan tersebut kini diambil alih oleh keturunan Jou Wakabo, yang saat ini dipimpin oleh Jou Wakabo Tamarpa (Humiten), Alham Bihuku.
Dalam kesempatan itu, Jou Wakabo Tamarpa (Humiten) Alham Bihuku menyampaikan bahwa pernyataannya sekaligus merupakan konferensi pers. Ia menegaskan, wilayah kekuasaan Jou Wakabo Tamarpa meliputi wilayah Tifu hingga wilayah Petuanan Kaiely.
“Ketika kita berbicara soal hak atas Gunung Botak, maka itu adalah milik Jou Wakabo Tamarpa. Namun di dalamnya juga terdapat hak Noro Pito Noro Pa dan Noro Purwa Gerampa, sehingga semuanya berhak memperoleh bagian,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, jangan ada pihak yang mengklaim atas nama kelompok atau ketel tertentu. Hari ini, atas nama Jou Wakabo Tamarpa, ditegaskan bahwa kekuasaan atas Ketel maupun Gunung Botak adalah milik Jou Wakabo Tamarpa, Soar Pito Soar Pa.
“Namun, hal ini bukan berarti kita terpecah. Mari kita bekerjasama dengan baik demi kesejahteraan masyarakat di bawah naungan Soar Pito Soar Pa dan Jou Wakabo Tamarpa, semua boleh mencari makan namun tetap menghargai siapa pemilik yang sebenarnya” tegas Alham Bihuku.
Ia juga menambahkan, bahwa persoalan raja di Petuanan Kaiely telah selesai. Karena itu, tidak ada lagi pihak yang dapat mengaku sebagai raja di wilayah tersebut. Jika masih ada yang mengaku, maka Jou Wakabo Tamarpa bersama Soar Pito Soar Pa tidak perlu menempuh jalur hukum, namun akan dibawa ke Titar Pito untuk melakukan sumpahan adat.
“Saya tidak ingin daerah dan negeri kita rusak hanya karena perebutan Gunung Botak. Jangan ada yang merasa paling berhak dan mengaku sebagai raja,” tegasnya.
Dalam pertemuan adat tersebut juga dilakukan prosesi penyerahan ayam hitam dari Jou Wakabo Tamarpa kepada pimpinan Soar Pito Soar Pa.
Menurut Alham Bihuku, penyerahan ini memiliki makna adat: jika ada pihak yang tidak menerima keputusan mengenai hak ulayat Gunung Botak yang kini berada di bawah kekuasaan Jou Wakabo Tamarpa, maka akan dilakukan upacara adat dengan penyembelihan ayam hitam di hadapan pimpinan Soar Pito Soar Pa.(*)