BERITAMALUKU.COM,Namlea – Ketua Umum HMI Cabang Namlea, Abdulah Fatsey mengungkapkan, Polri dalam hal ini Polres Buru, sebagai instrumen kontrol sosial formal memiliki kewajiban konstitusional untuk menutup ruang masuknya barang berbahaya dan beracun (B3) ke wilayah-wilayah rawan, termasuk jalur pelabuhan.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa, celah distribusi B3 masih sering terbuka, sehingga masyarakat berhak mengajukan pertanyaan kritis mengenai efektivitas pengawasan yang dijalankan.

Menurutnya, ketika hukum justru dikompromikan demi kepentingan ekonomi ilegal, yang terjadi bukan hanya krisis keadilan, melainkan juga krisis legitimasi institusi negara.

‘HMI Cabang Namlea berkewajiban mengambil alih fungsi social control dengan langkah-langkah konkret. Jalur-jalur potensial yang memungkinkan masuknya B3 ke area Gunung Botak harus dicegah secepatnya melalui upaya yang tidak sebatas kritik verbal, melainkan berbasis riset lapangan, advokasi publik, serta tekanan moral terhadap penegak hukum,” kata Afa, sapaanya di lingkungan aktivis, Senin (29/9/2025).

Dirinya menegaskan, beberapa minggu ke depan, HMI akan melakukan investigasi rutin terhadap peredaran B3, terutama pada jalur laut dan pelabuhan sebagai titik masuk strategis. Jalur laut bukan sekadar akses transportasi, melainkan bottleneck area yang jika dibiarkan longgar, akan menjadi pintu utama masuknya sianida ke kawasan tambang.

Investigasi ini adalah wujud dari komitmen HMI dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang bersifat independen, berani, dan berpihak kepada kepentingan rakyat serta kelestarian lingkungan.

“Sebagai bagian dari langkah tersebut, HMI akan menyiapkan pos pemantauan di sekitar pelabuhan sebagai upaya independen untuk mencegah praktik penyelundupan atau distribusi ilegal B3. Kehadiran pos ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki akses kontrol yang lebih luas dan agar pihak-pihak yang memiliki otoritas tidak bisa lagi menutup-nutupi fakta di lapangan,” tegasnya.

Alumni Universitas Iqra Buru (Uniqbu) itu menyebutkan, diam di tengah maraknya praktik ilegal sama saja dengan turut melanggengkan kerusakan sosial dan lingkungan. Karena itu, partisipasi kritis mahasiswa menjadi keharusan, bukan pilihan.

Berikut, pernyataan sikap HMI Cabang Namlea ;

1. Pengawasan distribusi B3 tidak boleh hanya diserahkan pada aparat, tetapi harus melibatkan partisipasi publik, termasuk mahasiswa.

2. Pos pemantauan independen akan menjadi instrumen untuk menguji transparansi sekaligus memberi tekanan moral agar pengawasan benar-benar dijalankan.

3. HMI menempatkan diri sebagai pengawas kritis demi memastikan hak rakyat atas lingkungan yang sehat dan masa depan aman dari bahaya B3.

4. Dalam rangka memperkuat efektivitas pengawasan, HMI juga akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, maupun elemen masyarakat sipil lainnya, sehingga pengawasan tidak berjalan parsial, melainkan terpadu dan berdaya guna.(*)