BERITAMALUKU.COM, Namlea – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Namlea melayangkan laporan resmi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Buru, terkait dugaan penimbunan dan penyalahgunaan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di SPBU Desa Lala, Kabupaten Buru. Sabtu (6/9/2025).
Ketua HMI Cabang Namlea Abdulah Fatcey mengatakan, Kasus ini bukan hanya sekadar praktik kecurangan distribusi energi, melainkan berpotensi menjadi potret “state capture” di tingkat lokal, ketika kebijakan publik dibajak demi kepentingan kelompok tertentu.
“Dari hasil advokasi lapangan HMI Cabang Namlea pada 10 Agustus 2025 sekitar pukul 08.00 WIT, ditemukan indikasi bahwa pasokan solar bersubsidi tidak sepenuhnya disalurkan kepada masyarakat nelayan dan petani. Sebagian BBM justru diduga ditimbun oleh oknum berinisial W, sebelum dialihkan ke lokasi Gunung Botak (GB) dan Bendungan Wayapo — kawasan yang sama sekali bukan peruntukan resmi penerima subsidi,” ungkap Afa, sapaannya dalam dunia aktivis.
Ia menyebutkan, praktik ini diduga dapat dikaitkan dengan seorang anggota DPRD Buru, sekaligus pemilik SPBU dimaksud.
“Fakta ini mengungkapkan adanya potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan, di mana pejabat publik menggunakan otoritas politik untuk mengakumulasi keuntungan privat,” ujarnya dengan nada geram.
Dia menjelaskan, jika dugaan ini terbukti, maka potensi pelanggaran hukum, dan dijerat dengan berbagai aturan hukum.
Diantaranya, Pasal 53 huruf b UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo. UU No. 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja).
Kemudian, peraturan BPH Migas dan Pertamina, yang mewajibkan distribusi sesuai alokasi dengan ancaman sanksi administratif hingga pencabutan izin SPBU.
Serta, Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Dengan kata lain, praktik penimbunan BBM bersubsidi bukan hanya sekadar pelanggaran administratif, melainkan juga bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekaligus mematikan hak dasar masyarakat,” tegas Afa.
Dia berharap, Polres Buru melakukan penyelidikan dan penindakan hukum tanpa pandang bulu, meskipun melibatkan pejabat publik.
“Kami harap ada transparansi proses hukum mutlak dilakukan untuk memastikan akses energi bersubsidi kembali ke tangan rakyat yang berhak,” pungkasnya.(*)