Berita UtamaHukum & KriminalMalukuPolitik

Ketua KPU Buru Kedua Kalinya Dilaporkan ke Bawaslu Buru oleh Kuasa Hukum Paslon Mandat

241
×

Ketua KPU Buru Kedua Kalinya Dilaporkan ke Bawaslu Buru oleh Kuasa Hukum Paslon Mandat

Sebarkan artikel ini

BERITAMALUKU.COM, Namlea – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru, Walid Azis kembali dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Buru terkait dugaan memberikan keterangan tidak benar atau bohong pada rekapitulasi suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

Ketua KPU Buru itu dilaporkan oleh Kuasa Hukum Pasangan Calon (Paslon) MANDAT, Harkuna Litiloly bersama tim, laporan tersebut diterima Plt Kasubag Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Bawaslu Kabupaten Buru, Abdul Rahman Mahulau, di Kantor Bawaslu Buru, Jumat (20/12/2024).

“Apa yang kita laporkan ini akibat surat pemberitahuan status laporan saya pada 5 dan 7 Desember 2024, terkait dugaan laporan pelanggaran administrasi dan laporan dugaan tindak pidana pemilu dengan tuduhan yang bersangkutan coblos di TPS 21,” ucap Harkuna.

Menurutnya, dasar laporan ini, bahwa keterangan Ketua KPU Buru di pleno PPK Namlea maupun KPU secara resmi dan sah menurut hukum, karena pada waktu itu ada perselisihan soal surat suara lebih antara DPT, DPTb dan DPK.

“Jadi dari kelebihan satu surat suara itu. Maka fakta mengungkapkan lewat komunikasi dan melakukan berbagai informasi dalam pleno PPK, dia (Walid) mengakui bahwa dirinya yang coblos. Selain mengakui, sembari dia menceritakan kronologis pencoblosan di TPS 21,” ungkapnya.

Litiloly menjelaskan, faktanya lewat pemeriksaan dan klasifikasi atas laporannya dengan memanggil saksi-saksi dan kesimpulan Bawaslu Buru, bahwa Ketua KPU Buru tidak terbukti melakukan tindak pidana pemilihan dan tindak pelanggaran administrasi.

“Olehnya itu, karena tidak terbukti tindak pidana dan pelanggaran administrasi. Maka kami kembali lagi menindaklanjuti peryataan yang bersangkutan yang awalnya kita anggap benar. Setelah tanggal 17 Desember lalu ada surat pemberitahuan status laporan, baru kita sadari ternyata apa yang disampaikan saudara Ketua KPU Buru di ruang pleno PPK dan ruang pleno KPU itu berbohong,” ungkapnya.

Atas dasar itu, kata Harkuna, pada akhirnya ada perubahan perolehan suara di TPS 21 Desa Namlea, awalnya hanya 366 surat suara, akibat dari pengakuan Ketua KPU Buru bahwa dia yang mencoblos satu suara di TPS 21, sehingga berubah menjadi 367 surat suara yang tercoblos.

“Bagiamana kalau ini terjadi di semua TPS. Olehnya itu, sekali pun hari ini kami sedikit meragukan integritas maupun kapasitas Bawaslu Kabupaten Buru, tapi ini lembaga negara, silahkan sejauh mana anda berlindung dan silahkan sejauh mana kalian menggunakan lembaga institusi negara ini untuk melindungi kejahatan kami akan terus pressure. Kami yakin Bawaslu ini bukan milik pribadi, keluarga dan kelompok tertentu, tetapi Bawaslu adalah milik negara yang kemudian kebohongan itu meskipun lari secepat kilat In sya Allah akan terungkap,” tegasnya.

Litiloly menyebutkan, apabila Ketua KPU Buru terbukti melakukan kebohongan itu, maka akan diberikan sangsi sesuai dengan pasal 178 E, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dengan ancaman penjara selama 48 bulan.

“Kalau dia penyelenggara maka bertambah 1/3 dari 48 bulan jadinya sekitar 8 tahun. Artinya, dalam pasal 178 E sudah mengatur soal pertanyaan atau informasi tidak benar baik dilakukan oleh seseorang atau bahkan diatur bagi penyelenggara yang menyampaikan pertanyaan atau informasi tidak benar,” tutupnya.

Ancaman tersebut, sebagaimana tercantum di dalam ketentuan Pasal 178 E UU Nomor 10 Tahun 2016 yang berbunyi sebagai Berikut.

(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar, mengubah, merusak, menghilangkan hasil pemungutan dan/atau hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 48 (empat puluh delapan) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.48.000.000,00 (Empat Puluh Delapan Juta) dan Paling Banyak Rp. 144.000.000,00 (seratus Empat Puluh Empat Juta Rupiah):

(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan dan atau saksi pasangan calon dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.

Undang-undang sudah menyadari kemungkinan adanya perubahan baik itu menghilangkan perolehan suara atau menambahkan perolehan suara yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan baik itu pada saat Rekapitulasi ditingkat KPPS, maupun pada saat Rekapitulasi ditingkat PPK dan Tingkat Kabupaten maupun Provinsi, sehingga Pembuat Undang-undang menerapkan ketentuan minimum dan maksimum dalam sanksi pidananya baik itu untuk pidana penjara maupun pidana dendanya.

Kedua sanksi tersebut bukan bersifat alternatif, belum lagi hukuman pemberatan 1/3 dari pidana maksimum apabila dilakukan oleh Penyelenggara, maka penyelenggara tersebut dapat dikenakan paling sedikit selama 8 Tahun Pidana Penjara dan Denda sebanyak 96.000.000,00 (Sembilan Puluh Enam Juta Rupiah).(*)