BERITAMALUKU.COM, Piru – Diduga telah melakukan pengerusakan lingkungan, Praktisi Hukum Seram Bagian Barat (SBB), Amin Seipatiseun, S.H, meminta pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Maluku untuk menghentikan aktivitas pengambilan material batu oleh perusaahan batu pecah.
Pasalnya, lokasi yang dijadikan sebagai areal pengoperasi perusahaan tersebut, tepatnya di Dusun Laala, Desa Lokki, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku itu, merupakan kawasan rawan banjir.
“Kita sangat peduli terkait dengan lingkungan sekitar, karena daerah itu sering banjir, maka tidak boleh ada aktivitas pengambilan material dalam bentuk apapun dari kali tersebut,” kata Amin kepada berita-maluku.com, Sabtu (14/9/2024).
Amin menegaskan, dengan adanya aktivitas perusahaan yang diduga dapat merusak lingkungan, maka pihak BWS Maluku serta penegah hukum lainnya jangan tinggal diam, harus ambil tindakan tegas.
“Bila perlu perusahaan itu harus ditutup, supaya masyarakat setempat tidak menjadi korban ketika musim hujan tiba, BWS Maluku segera panggil pihak perusahaan untuk dievaluasi, serta Kejaksaan Negeri (Kejari) SBB harus periksa pimpinan perusahaan terkait dengan surat izin operasi,” tegas Amin.
Ia menyebutkan, lokasi rawan banjir itu harus benar-benar dijaga, dan tidak boleh dilakukan aktivitas apapun, baik penabangan liar, serta pengambilan material pasir dan batu.
“Saya berharap jangan ada aktivitas apapun yang membuat masyarakat rugi, karena ketika terjadi musibah bukan parusahaan yang rugi, namun warga setempat, karena di Dusun Laala itu setiap musih hujan tetap saja mengalami kebanjiran yang cukup parah,” harapnya.
Kemudian, dari hasil pantauan berita-maluku.com di lokasi pukul 13:00 WIT, selain material batu, ada juga material pasir yang diangkut oleh perusahaan.
Lokasi pengoperasian perusahaan batu pecah itu tidak jauh dari kali, akhirnya sudah banyak material batu yang dikuras habis.
Alhasil, akibat dari material batu yang sering diambil dari dalam kali tersebut, menyebabkan terjadi penumpukan material pasir di bawah jembatan Laala.
Sehingga talud penahan banjir yang dibangun setinggi 2 meter itu sebagiannya hampir tertimbun dengan pasir, akibat dari material batu yang sudah diambil habis oleh pihak perusahaan.(*)